Makalah Kimia Medisinal
BAB
II
ISI
HUBUNGAN STRUKTUR SIFAT KIMIA
FISIKA DAN AKTIFITAS BIOLOGIS OBAT
II.1 Ionisasi dan aktivitas biologis
Ionisasi
sangat penting dalam hubungannya dengan proses penembusan obat ke dalam
membrane biologis dan interaksi obat-reseptor. Untuk dapat menimbulkan
aktivitas biologis, pada umamnya obat dalam bentuk tidak terionisasi, tetapi
ada pula yang aktif adalah bentuk ionnya.
1. Obat yang Aktif
dalam Bentuk Tidak Terionisasi
Sebagian
besar obat yang bersifat asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasi dapat
memberikan efek biologis. Hal ini dimungkinkan bila kerja obat terjadi di
membrane sel atau di dalam sel.
Contoh
:
Fenobarbital,
turunan asam barbiturate yang bersifat asam lemah, bentuk tidak terionisasi
dapat menembus sawar darah otak dan menimbulkan efek penekan fungsi system saraf
pusat dan pernapasan.
Obat
modern sebagaian besar bersifat elektrolit lemah, yaitu asam atau basa lemah,
dan derajat ionisasi atau bentuk ionisasi dan tidak terionisasinya ditentukan
oleh nilai pKa dan suasana pH lingkungan. Hubungan antara pKa dengan fraksi
obat terionisasi dan yang tidak terionisasi dari obat yang bersifat asam dan
basa lemah, dinyatakan melalui persamaan Henderson-Hasselbach sebagai berikut :
Persen
perhitungan ionisasi fenobarbital (pKa = 7,4) pada berbagai macam pH dapat
dilihat pada Tabel 20.
Perubahan
pH dapat berpengaruh terhadap sifat kelarutan dan koefisien partisi obat. Garam
dari asam atau basa lemah, bentuk tidak terionisasinya mudah diabsorpsi oleh
saluran cerna, dan aktivitas biologis sesuai dengan kadar obat bebas yang
terdapat dalam cairan tubuh.
Pada
obat yang bersifat asam lemah, dengan meningkatnya pH, sifat
ionisasi bertambah besar, bentuk tak terionisasi bertambah kecil, sehingga
jumlah obat yang menembus membrane biologis semakin kecil. Akibatnya,
kemungkinan obat untuk berinteraksi dengan reseptor semakin rendah dan
aktivitas biologisnya semakin menurun.
Tabel
20. Persen
perhitungan bentuk terionisasi dan tak terionisasi fenobarbital pada berbagai
pH
Pada
obat yang bersifat basa lemah,
dengan meningkatnya pH, sifat ionisasi bertambah kecil, bentuk tak
terionisasinya semakin besar, sehingga jumlah obat yang menembus membrane
biologis bertambah besar pula. Akibatnya, kemungkinan obat untuk berinteraksi
dengan reseptor bertambah besar dan aktivitas biologisnya semakin meningkat. Hubungan perubahan pH dengan aktivitas
biologis senyawa yang bersifat asam dan basa lemah dapat dilihat pada gambar
37.
Asam
aromatic lemah, seperti asam benzoate, asam salisilat dan asam mandelat, aktivitas antibakterinya bertambah besar bila dalam
media asam. Pada pH=3, aktivitas antibakteri asam benzoate 100 kali lebih besar
disbanding aktivitasnya pada suasana netral.
Fenol,
suatu asam lemah, memberikan gambaran hubungan perubahanpH dengan aktivitas
biologis yang berbeda.pada pH lebih kecil 4,5 aktivitas antibakterinya akan
semakin meningkat, tetapi bila pH dinaikan lebih besar 4,5 aktivitasnya akan
menurun. Hal ini terjadi sampai pada pH=10. Pada pH lebih besar 10,
aktivitasnya akan meningkat lagi karena fenol teroksidasi menjadi bentuk
kuinon, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri cukup besar.
Sedikit
perubahan struktur dapat menyebabkan perubahan yang bermakna dari sifat
ionisasi asam atau basa, dan hal ini akan mempengaruhi aktivitas biologis obat.
Gambar
37.
Hubungan pH dengan aktivitas biologis asam dan basa lemah.
Contoh
:
Golongan
5,5-disubstitusi dari turunan asam barbiturate mempunyai nilai pKa 7-8,5 contoh
: asam 5,5-dietilbarbiturat (fenobarbital) mempunyai nilai pKa= 7,4 . pada pH
fisiologis, lebih dari 50% fenobartial terdapat dalam bentuk tidak terionisasi,
sehingga dengan mudah menembus jaringan lemak dan menunjukan aktivitas sebagai
penekan system saraf pusat.
Sifat
keasaman turunan barbiturate ditentukan oleh bentuk tautomeri keto-enol dan
laktim-laktam. Golongan 5-substitusi barbiturat, bersifat lebih asam, contoh :
asam 5-etilbarbiturat, mempunyai nilai pKa = 4,4 , pada pH fisiologis mudah
terionisasi (99,9%), sehingga kurang efektif dalam menembus sawar membrane
lipofil system saraf pusat, dan tidak dapat menimbulkan efek penekan system
saraf pusat. Proses ionisasi
dari 5-substitusi dan 5,5-disubstitusi barbiturate dapat dilihat pada gambar
38.
Perubahan
pH juga berpengaruh terhadap kereaktifan gugus asam atau basa pada permukaan
sel atau dalam sel mikroorganisme. Pada titik isoelektrik, kation dan anion
potensial molekul protein sel, missal gugus amino dan karboksilat pada alanin,
selalu terdapat dalam bentuk ion Zwitter. Dengan meningkatnya pH atau meningkatkan
aktivitas obat yang bersifat kation aktif. Sebaliknya, dengan menurunkan pH
atau bertambah asam media, kadar kation sel akan menjadi lebih besar, sehingga
meningkatkan afinitas obat anion aktif.
Gambar
38.
Proses ionisasi dari 5-substitusi dan 5,5-disubstitusi barbiturat.
Contoh
:
Alanin
2.
Obat yang aktif dalam bentuk ion
Beberapa
senyawa obat menunjukkan aktivitas biologis yang makin meningkat bila derajat
ionisasinya meningkat. Seperti diketahui dalam bentuk ion senyawa obat umumnya
sulit menembus membran biologis, sehingga diduga senyawa obat dengan tipe ini
memberikan efekbiologisnya diluar sel.
Bell
dan Roblin
(1942), memberikan postulat bahwa aktivitas antibakteri sulfonamide mencapai maksimum bila
mempunyai nilai pKa 6-8. Pada pKa tersebut sulfonamide terionisasi kurang lebih
50%. Pada pKa 3-5, sulfonamide terionisasi sempurna, dan bentuk ionisasi ini
tidak dapat menembus membrane sehingga aktivitas antibakterinya rendah. Bila kadar bentuk ion kurang lebih sama
dengan kadar bentuk molekul (pKa 6-8), aktivitas antibakterinya akan maksimal.
Pada pKa 9-11, penurunan pKa meningkatkan jumlah sulfonamide yang terionisasi,
jumlah senyawa yang menembus membrane kecil, sehingga aktivitas antibakterinya
rendah.
Hubungan
antara aktivitas antibakteri turunan sulfonamide dengan nilai pKa dapat dilihat
pada Gambar 10.
Hubungan
antara aktivitas antibakteri terhadap ensherichia coli (pada pH = 7) dan nilai
pKa dari turunan sulfonamida. Menurut
Cowles (1942) , sulfonamide menembus membrane sel bakteri dalam bentuk tidak
terionisasinya, dan sesudah mencapai reseptor yang bekerja adalah benyuk ion. Contoh obat yang aktif dalam bentuk ion
antara lain adalah turunan akridin dan turunan ammonium kuarterner.
II.
2 Pembentukan kelat
dan aktivitas biologis
Kelat
adalah senyawa yang dihasilkan oleh kombinasi senyawa yang mengandung gugus
elektron donor drngan ion logam, membentuk suatu struktur cincin. Gugus-gugus kimia yang dapat membentuk
kelat antara lain adalah gugus amin primer, sekunder dan tersier, oksim, imin,
imin tersubstitusi, tioter, keto, tioketo, hidroksil, tioalkohol, karboksilat,
fosfat dan sulfonat. Sebagai
contoh adalah pembentukan kelat antara etilendiamin tetrasetat (ETDA) dengan
ion Ca++ (gambar 39).
Ligan
adalah senyawa yang dapat membentuk struktur cincin dengan ion logam karena
mengandung atom yang bersifat elektron donor, seperti N, S, dam O. atruktur
cincin yang umum terdapat dan cukup stabil adalah struktur cincin dengan jumlah
atom 5 dan 6. Dalam system
biologis banyak terdapat ligan-ligan yang dapat membentuk kelat dengan ion
logam. Contoh ligan dalam system biologis :
1.
asam amino protein, seperti glisin, sistein, histidin, histamine dan asam
glutamate
2.
vitamin, seperti riboflavin dan asam folat
3.
basa purin, seperti hipoxantin dan guanosin
4.
asam trikarboksilat, seperti asam laktat dan asam sitrat.
Logam
yang berperan dalam system biologis adalah Fe, Mg, Cu, Mn, Co dan Zn.
Contoh
kelat dalam system biologis :
1.
Kelat yang mengandung logam Fe
Contoh :
a. enzim forfirin, seperti katalase,
peroksidase dan sitokrom
b. enzim non forfirin, seperti akonitase,
aldolase dan feritin
c. molekul transfer oksigen, seperti
hemoglobin dan mioglobin
2.
Kelat yang mengandung logam Cu
Contoh
: Enzim oksidase, seperti asam askorbat oksidase, tirosinase, polifenol
oksidase, lakase dan sitokrom
oksidase
3.
Kelat yang mengandung Logam Mg
Contoh : beberapa enzim proteolitik,
fosfatase dan karboksilase
4.
Kelat yang mengandung Logam Mn
Contoh : oksaloasetat dekarboksilase,
arginase dan prolidase
5.
Kelat yang mengandung Logam Zn
Contoh : insulin, karbonik anhidrase dan
laktat dehidrogenase
6.
Kelat yang mengandung Logam Co
Contoh : vitamin B12 dan enzim karboksi
peptidase
Ligan
mempunyai afinitas yang besar terhadap ion logam, sehingga dapat menurunkan
kadar ion logam yang toksis dalam jaringan dengan membentuk kelat yang mudah
larut dan kemudian diekskresikan melalui ginjal. Penggunaan
ligan dalam bidang farmokologi antara lain adalah :
a.
membunuh mikroorganisme parasit, dengan cara membentuk kelat dengan logam
esensial yang diperlukan untuk pertumbuhan sel (aksi bakterisida, fungisida dan
virisida).
b.
untuk menghilangkan logam yang tidak diinginkan atau yang membahayakan organism
hidup ( antidotum keracunan logam ).
c.
untuk studi fungsi logam dan metaloenzim pada media biologis.
Contoh
ligan :
1.
Dimerkaprol ( British Anti-Lewisite = BAL )
Dimerkaprol
mengandung gugus sulfhidril (SH), yang dapat berinteraksi dengan arsen organic
(lewisite), membentuk kelat yang mudah larut. Senyawa ini spesifik untuk
antidotum keracunan arsen organic, logam Sb, Au dan Hg. Reaksi pembentukan kelat dimerkaprol
dengan arsen organic dapat dilihat pada gambar 40.
2.
(+) Penisilamin
Penisilamin
adalah senyawa hasil hidrolisis penisilin dalam suasana asam, yang digunakan
untuk antidotum keracunan logam Cu, Au dan Pb. Penisilamin juga digunakan untuk
pengobatan penyakit Wilson , suatu penyakit keturunan yang disebabkan oleh
meningkatnya kadar ion Cu membentuk kelat yang mudah larut dan kemudian
diekresikan. Reaksi
pembentukan kalet penisilamin dengan iom Co++ dapat dilihat pada Gambar 41.
3.
Oksin (8-hidroksikuinolin)
Albert
dan kawan-kawan telah meneliti hubungan struktur dan aktivitas antibakteri dari
7 isomer mono-hidroksikuinolin dan mendapatkan bahwa hanya isomer
8-hidroksikuinolin yang aktif sebagai antibakteri. Mula-mula di duga bahwa mekanisme aksi
antibakterinya berhubungan dengan kemampuan membentuk kelat dengan logam-logam
esensial yang diperlukan untuk metabolisme dan pertumbuhan bakteri. Hal ini
berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan struktur dan aktivitas turunan
oksin, yang dijelaskan sebagai berikut :
a.
8-Metoksikuinolin dan oksin metoklorida tidak dapat membentuk kelat sehingga
tidak mempunyai efek antibakteri.
b.
substitusi gugus 8-OH dengan gugus merkapto (SH memberikan sifat ligan yang
aktif sehingga aktif pula sebagai antibakteri).
c.
substitusi gugus metal pada posisi 2 menghasilkan ligan yang aktif secara in
vitro tetapi relative tidak aktif sebagai antibakteri. Hal ini disebabkan gugus
metal menimbulkan efek gangguan sterik dan menurunkan penetrasi senyawa ke
dalam sel bakteri, sehingga interaksi dengan reseptor sel menurun.
d.
substitusi pada posisi 5 dengan gugus sangat polar, missal SO3H1, tidak
mengubah kemampuan pembentukan kelat tetapi aktivitas antibakterinya akan
hilang karena senyawa tidak mampu menembus dinding sel bakteri.
Dari
data hubungan struktur-aktivitas di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap
aktivitas antibakteri turunan oksin. Turunan
oksin yang aktif sebagai antibakteri antara lain adalah
7-kloroksin,5,7-diiodooksin (iodokuinol), 5-klor-7-iodooksin (vioform),
4-azaoksin, 4-hidroksiakridin,5,6-benzooksin dan 6-hidroksi-m-fenantrolin.
Penelitian lebih lanjut
menunjukan bahwa turunan oksin dapat berfungsi sebagai antibakteri karena
mempunyai kemampuan membentuk kelat dengan ion-ion logam Fe dan Cu. Kelat
logam-oksin tersebut mengatalisis oksidasi gugus tiol asam tiositat, suatu
koenzim esensial yang diperlukan oleh bakteri untuk proses oksidatif
dekarboksilasi asam piruvat. Bila tidak ada ion logam, oksin tidak bersifat
toksik terhadap mikroorganisme. Oksin (0,01 M) dapat menghambat pertumbuhan
Staphylococcus aureus yang dibiakan pada media daging. Bila disuspensikan pada
air suling tidak menunjukan efek antibakteri. Hal ini disebabkan media daging
mengandung ion Fe, tang dapat membentuk kelat tidak jenuh dengan oksin (1:1 dan
2:1), dan aktif sebagai antibakteri. Bila kadar oksin dinaikan menjadi 0,125 M,
efek antibakterinya akan hilang karena terbentuk kelat jenuh (1:3). Bila
ditambahkan ion Fe 0,125 M, keseimbangan akan bergeser, terbentuk kelat tidak
jenuh lagi, yang aktif sebagai antibakteri.
Di
duga bahwa tempat kerja turunan oksin terdapat di dalam dinding sel dan pada
membrane sitoplasma bakteri. Bila tempat kerja ada dalam sel, diduga bahwa yang
mampu menembus dinding sel adalah bentuk kelat jenuh (1:3), di dalam sel kelat
tersebut akan pecah menjadi bentuk kelat tidak jenah ( 1:2) dan (1:1),yang
aktif sebagai antibakteri.
4.
Isoniazid, tiasetazon dan etambutol
Isoniazid,
tiasetazon dan etambutol (obat antituberkulosis), dapat berinteraksi dengan ion
Cu++ serum, membentuk kelat yang mudah larut dalam lemak, sehingga mudah menembus
dinding sel Mycobbacterium tuverculosis. Reaksi
pembentukan kelat isoniazid dengan ion logam Cu++.
5.
Tetrasiklin
Tetrasiklin,
antibiotic dengan spectrum luas, mengandung gugus-gugus hidroksil (C3) yang
bersifat asam dan amin tersier (C4) yang bersifat basa, dapat membentuk kelat
dengan ion Mg++ membrane sel bakteri. Peningkatkan sifat lipofilik dari kelat
memudahkan penembusan kelat ke dalam membrane sel bakteri dan menyebabkan
gangguan sintesis protein di ribosom . Gugus
hidroksil fenol, keton dan hidroksil pada atom C10, C11 dan C12 di duga juga
ikut terlibat dalam proses pembentukan kelat. Tetrasiklin
juga dapat membentuk kelat dengan logam-logam laim, sehingga aktivitasnya akan
menurun bila diberikan bersama –sama dengan dengan susu yang mengandung Ca++,
antasida yang mengandung ion Ca, Mg dan Al , atau sediaan yang mengandung Fe.
Tetrasiklin dapat menyebabkan gigi bewarna kuning
terutama pada anak di bawah usia 8 tahun, karena membentuk kelat dengan ion Ca
++ pada struktur gigi. Beberapa
kelat dapat digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu.
Contoh
:
1.
sisplatin
Sispatin,
cis-dikloroetilendiaminplatimum (II), adalah senyawa kompleks turunan Pt yang
digunakan sebagai obat antikanker. Isomer trans tidak menunjukan aktivitas.
Mekanisme kerjanya dengan membentuk ligan reaktif, kemudian Pt membentuk
crosslink diantara atom N dari dua guanosin AND, sehingga terjadi hambatan
sintesis ADN sel kanker. Sisplatin
mempunyai kelarutan dalam air sangat kecil, sehingga tramsportasi ke jaringan tumor
relative, oleh karena itu kemudian dikembangakan turunanannya karboplatin (cis
-1,1-dikarboksisiklobutan-diaminplatinum) yang menunjukan keefektifan sama
dengan sisplatin, dengan distribusi ke jaringan tumor yang lebih baik.
2.
kompleks Tembaga
Kompleks tembaga dengan
massa molekul yang rendah banyak diganukan untuk pengobatan penyakit rematik
artitis dan antiradang. Contoh
: Kupralen, alkuprin dan dikuprin. Kompleks
Cu di atas sebagai antiradang mempunyai efek yang menguntungkan yaitu tidak
menyebabkan iritasi saluran cerna, seperti yang ditimbulakan oleh obat-obat
antiradang turunan asam pada umumnya, seperti turunan salisilat,
N-arilantranilat, arilasetat dan turunan oksikam.
Mekanisme
kerja antiradang dan anti rematik arthritis dari kompleks Cu belum diketahui
secara jelas, tetapi hasil penelitian menunjukan bahwa obat-obat tersebut dapat
mengganggu keseimbangan prostaglandin, mempengaruhi aktivitas lisil oksidase
dan mekanisme radikal bebas yang melibatkan dismutase superoksida.
Ligan-ligan
yang digunakan untuk antidotum keracunan logam berat atau untuk pengobatan yang
lain, dapat menimbulakan toksisitas cukup besar, karena mengikat logam lain
yang justru diperlukan untuk fungsi fisiologis normal. Oleh karena itu
penggunaan ligan harus dipilih dipilih seselektif mungkin.
Contoh
:
1.
Tiasetazon, difenilditiokarbazon, oksin dan aloksan, dapat menimbulkan awal
penyakit diabetes mellitus, karena obat-obat tersebut membentuk kelat dengan Zn
pada sel –pakreas sehingga menghambat produksi insulin.
2.
Hidralazin (apresolin), obat penurun tekanan darah, menimbulkan efek samping
anemia karena dapat membentuk kelat dengan Fe darah.
3.
Dimerkaprol dan Isoniazid , cenderung menimbulkan efek seperti histamine,
diduga karena membentuk kelat dengan logam Cu yang berfungsi sebagai
katalisator enzim perusak histamine (histaminase).
II.3
Potensial Redoks dan Aktifitas Biologis
Potensial
redoks adalah ukuran kuantitatif kecenderungan senyawa untuk memberi dan
menerima elektron. Hubungan kadar aksidator dan reduktor ditujukkan oleh
persamaan Nernst sebgai berikut :
Eh = Eo – 0,06/n x log
(oksidator)/(reduktor)
Keterangan :
Eh = potensial redoks yang diukur
Eo = potensial redoks baku
n = jumlah elektron yang berpindah.
0,06 = tetapan termodinamika pemindahan 1 elektron (300c)
Reaksi
redoks adalah pemindahan elektron dari satu atom ke atom molekul yang lain.
Tiap reaksi pada pada organisme hidup terjadi pada potensial redoks optimum,
dengan kisaran yang bervariasi, sehingga diperkirakan bahwa potensianredoks
senyawa tertentu berhubungan dengan aktivitas biologisnya.
Pengaruh
potensial redoks tidak dapat diamati secara langsung karena hanya berlaku untuk
sistem keseimbangan ion tunggal yang bersifat reversibel, sedang reaksi pada
sel hidup merupakan reaksi yang serentak, termasuk oksidasi ion dan non ion,
ada yang bersifat ireversibel. Hubungan potensial redoks dengan aktivitas
biologis secara umumhanya terjadi pada senywa dengan struktur dan sifat yang
hampir sama. Pada sistem interaksi obat secara redoks, pengaruh sistem
distrubusi dan faktor sterik sangat kecil.
Contoh:
Turunan
kuinon, menunjukkan
aktivitas antibakteri terhadap
staphylococcus aureus pada E0 antara (-) 0,10 sampai (+) 0,15 V,
dan aktivitas maksimum dicapai pada Eo =(+) 0,03 V.
Ribovlafin,
riboflavin adalah koenzim
faktor vitamin; aktivitas biologisnya berdasar pada kemampuan untuk menerima
elektron sehingga tereduksi menjadi bentuk dihidronya. Reaksi ini terjadi pada
Eo = (-) 0,185 V.
II.4
aktivitas permukaan dan aktivitas biologis
Surfaktan adalah suatu senyawa yang karena orientasinya dan
pengaturan molekul pada permukaaan larutan, dapat menurunkan tegangan
permukaan. Struktur surfaktan terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu
bagian yang bersifat hidrofilik atau polar dan bagian lipofilik atau non polar,
segingga dikatakan surfaktan bersifat ampifilik.
Bila
surfaktan dimasukkan ke air maka pada permukaan akan teratur sedemikian rupa
sehingga bagian non polar, misal rantai hidrokarbon, berorientasi ke fasa uap,
sedang bagian polar, misal gugus-gugus COOH, OH, NH2 dan NO2
berorientasi ke fsa air.
Contoh :
Asam oleat (C18H36COOH), bila
dimasukan ke air dapat membentuk lapisan monomolekul. Rantai ranti hidrokarbon
cenderung tegaklurus dalam permukaan, sedang gugus COOH mengarah ke fase air.
Bila kemugkinan ditambahkan minyak, rantai hidrokarbon akan berorientasi ke
fasa minyak sedang gugus COOH tetap kontak dengan air.
Asam
oleat cenderung membentuk perubahan dari fasa non polar ke fasa polar secara
perlahan-lahan sehingga energi bebas pada permukaan menjadi lebih kecil.
Aktivitas permukaan surfaktan ditentukan oleh keseimbangan gugus hidrofil dan
lipofil Berdasarkan sifat gugus yang dikandungnya, surfaktan dibagi menjadi
empat kelopok :
1.
Surfaktan
anionik
Surfaktan anionik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan negatif, dan
dapat berupa gugus karboksil, sulfat, sulfonat atau fosfat.
Contoh : sabun K, sabun Na, natrium stearat, natrium laurisulfat dan
natrium laurisulfoasetat.
2. Surfaktan kationik
Surfaktan kationik mengandung gugus hidrofil yang bermuatan positif, dan
dapat berupa gugus amonium kuarterner, biguanidin, sulfonium, fosfonium dan
iodonium.
Contoh : turunan amonium kuarterner, seperti setilpiridinium klorida,
benzoonium klorida, benzalkonium klorida dan setavlon, serta turunan
biguanidin, seperti heksaklorofen.
3. Surfaktan non ionik
Surfaktan ini tidak terionisasi dan mengandung gugus-gugus hidrofil dan
lipofil yang lemah sehingga larut atau dapat terdispersi dalam air, biasanya
adalah gugus polioksietilen eter dan poliester alkohol.
contoh : polisorbat 80, span 80 dan
gliserilmonostearat,
4. Surfaktan omfoterik
Surfaktan amfoterik mengandung dua gugs hidrofil yang bermuatan positif
(kationik) dan negatif (anionik).
Contoh
: N-lauril-β-aminopropionat dan miranol.
Surfaktan juga mempengaruhi absorpsi obat. Aktivitas
surfaktan terhadap absorpsi obat tergantung pada :
a.
Kadar
surfaktan
b. Struktur kimia surfaktan
c. Efek surfaktan terhadap membran biologis
d. Efek farmakologis surfaktan
e.
Adanya
interaksi surfaktan dengan bahan-bahan pembawa atau bahan obat.
Surfaktan pada umumnya tidsk berguna secar invivo karena
mudah diabsorpsi oleh protein dan menyebabkan ketidakteraturan membran sel
serta hemolisis sel darah merah. Syrfaktan hanya terbatas untuk pemakaian
setempat yaitu untuk disinfektan kulit dan sterilitsasi alat-alat.
2 komentar:
Terima kasih :)
Ini sangat membantu :)
Terimakasi, sangat membantu bgt utk referensi ngerjain tugas KIMIA MEDISINAL ku :D
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar
Teman-teman yang baik hati,,
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mampir diblog sederhana ini.
Blog ini saya buat untuk memudahkan sobat sekalian dalam mencari tugas.
Data yang dikumpulkan dari tugas-tugas kampus yang saya miliki juga meminta ijin men"COPAS" tulisan milik oranglain tentu dengan menyertakan sumbernya.
Saya harap kalian dapat meninggalkan pesan, komentar, kritik, saran atau beberapa patah kata guna menghargai blog ini.
Jangan lupa di follow yahh... ^^
Terimakasih ^^