Makalah kimia medisinal
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan
kelarutan senyawa dalam media yang berbeda dan bervariasi diantara dua hal yang
ekstrem, yaitu pelarut polaar seperti air, dan pelarut non polar seperti lemak.
Sifat hidrofilik atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam air, sedang
sifat lipofilik atau lipofobik berhubungan dengan kelarutan dalam lemak. Gugus
yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam air disebut gugus hidrofilik (lipofobik atau polar) sedangkan
gugus yang dapat meningkatkan kelarutan molekul dalam lemak disebut gugus lipofilik (hidrifobik atau nonpolar)
Sifat
|
Gugus
|
|
Hidrofilik
(makin ke
kanan makin menurun)
|
Kuat
|
-OSO2ONa,
-COONa, -SO2Na, -OSO2H
|
Sedang
|
-OH, -SH,
-O, =C=O, -CHO, -NO2, -NH2, -NHR, -NR2, -CN,
-CNS, -COOH, -COOR, -OPO3H2,
-OS2O2H
|
|
Ikatan
tak jenuh
|
-C=CH,
-CH=CH2
|
|
Lipofilik
|
Rantai
hidrokarbon alifatik,alkil,aril,hidrokarbon,polisiklik
|
Tabel Contoh Gugus hidrofilik dan
lipofilik
Gugus halogen mempunyai sifat yang khas, walaupun
mempunyai efek elektronegatif relatif kuat tetapi bila disubtitusikan pada
cincin aromatik akan bersifat lipofilik.
Subtitusi pada rantai alifatik gugus –I,_Br,-CL akan besifat lipofilik, sedang gugus F
bersifat hidrofilik. Hubngan sifat hidrofilik dan lipofilik dari senyawa dapat
dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar. Hubungan sifat hidrofilik
dan lipofilik dari senyawa
Sifat kelarutan pada umumnya berhubungan dengan
aktivitas biologis dari senyawa seri homolog. Sifat keturunan juga berhubungan
erat dengan proses absorpsi obat. Hal ini penting karena intensitas aktivitas
biologis obat tergantung pada derajat absorpsinya.
Overton (1901). Mengemukakan
konsep bahwa kelarutan senyawa organik dalam lemak berhubungan dengan mudah
atau tidaknya penembusan membran sel. Senyawa non polar bersifat mudah larut
dalam lemak, mempunyai nilai koefisien partisi lemak/air besar sehingga mudah
menembus membran sel secara difusi pasif. Peran koefisien partisi terhadap
absorpsi oabt turunan barbiturat dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar. Hubungan koefisien partisi lemak/air (P)
terhadap absorpsi bentuk tak terionisasi beberapa obat turunan barbiturat.
Pada gambar terlihat bahwa makin besar nilai
koefisin partisi (P) kloroform/air dari bentuk tak terionisasi turunan
barbiturat, makin besar presentasi obat yang diabsorpsi.
Terlihat bahwa makin besar nilai koefisien partisi
(P) kloroform/air dari bentuk tak terionisasi turunan barbiturat, makin besar
besar presentasi obat yang diabsorpsi.
Contoh hubungan sifat
kelarutan dalam lemak yang dinyatakan dengan kelarutan dalam kloroform dan
aktivitas biologis turunan isatin-β-tiosemikarbazon terlihat pada tabel dibawah ini.
Struktur
umum :
Subtituen
(R)
|
Kelarutan
dalam kloroform
|
Aktivitas
antivirus relatif
|
7-COOH
5-OCH3
4-CH3
4-Cl
6-F
7-Cl
Tidak
tersubtitusi
|
0
3
8
10
16
29
32
|
0
0,03
3,4
8,6
39,8
85
100
|
Pada tabel terlihat bahwa makin meningkat sifat
kelarutan dalam kloroform dari turunan isatin-β-tiosemikarbazon
makin meningkat aktivitas
antivirusnya, oleh karena makin besar kelarutan dalam lemak makin mudah senyawa
menembus membran sel virus.
A. AKTIVITAS
BIOLOGIS SENYAWA SERI HOMOLOG
Pada beberapa seri homolog senyawa sukar
terdisosiasi, yang perbedaan struktur hanya menyangkut perbedaaan jumlah dan
panjang rantai atom C, intensitas aktivitas biologisnya tergantung pada jumlah
atom C.
Contoh
senyawa seri homolog:
1.
n-Alkohol,
alkilresorsinol, alkilfenol, dan alkilkresol (antibakteri)
2.
Ester
asam para-amonibenzoat (anestesi setempat)
3.
Alkil
4,4-stilbenediol (hormon estrogen)
Makin panjang rantai samping atom C, makin bertambah
bagian molekul yang bersifat non polar dan terjadi perubahan sifat fisik,
seperti kenaikan titik didih, berkurangnya kelarutan dalam air, meningkatnya
koefisien partisi lemak/air, tegangan permukaan dan kekentalan. Perubahan sifat
fisik ini diikuti dengan peningkatan aktivitas biologis sampai tercapainya
aktivitas maksimum. Bila panjang rantai atom C terus ditingkatkan akan terjadi
penurunan aktivitas secara drastis. Hal ini disebabkan dengan makin
bertambahnya jumlah atom C, makin berkurang kelarutan senyawa dalam air, yang
berarti kelarutan dalam cairan luar sel juga berkurang, sedang kelarutan
senyawa dalam cairan luar sel berhubungan dengan proses transpor obat ke tempat
aksi atau reseptor. Oleh karena itu kelarutan dan koefisien partisi lemak/air
merupakan sifat fisik penting senyawa seri homolog untuk menghasilkan aktivitas
biologis.
Hal diatas digambarkan dalam bentuk grafik oleh Ferguson,dengan memplot log kadar toksi
terhadap dua mikroorganisme dan log kelarutan dari n-alkohol, seperti yang
terlihat pada gambar.
Gambar. Hubungan kelarutan aktivitas antibakteri
n-alkohol primer terhadap kuman Bacillus
typhosus (A) dan Staphylococcus
aureus (B). C adalah garis kejenuhan.
Dari garfik pada gambar 28. Terlihat adanya “garis
kejenuhan” (C), senyawa dibawah “garis kejenuhan” menunjukkan bahwa pada kadar
tersebut larutan jenuhnya dapat menimbulkan efek antibakteri, sedangkan diatas
“garis kejenuhan” senyawa tidak mempunyai kelarutan yang cukup untuk memberikan
efek bakterisid.
Titik potong antara garis aktivitas senyawa seri
homolog dan “garis kejenuhan” tergantung pula pada daya tahan bakteri. Bakteri
yang lebih kebal (resisten) memerlukan
kadar senyawa yang lebih tinggi untuk membunuhnya, sehingga titik potong
terjadi lebih awal.
Contoh
seri homolog:
1. Seri
homolog n-alkohol
Seri homolog n-alifatik primer, pada jumlah atom C1-C7
menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap Bacillus typhosusyang semakin meningkat dan mencapai maksimum pada
jumlah atom C=8 (oktanol). Hal ini disebabkan makin panjang rantai ataom C,
makin bertambah bagian molekul yang bersifat non polar, koefisien partisi
lemak/air meningkat, penembusan senyawa membran bakteri meningkat, sehingga
aktivitas antibakterijuga meningkat, sampai tercapai aktivitas maksimum.
Pada jumlah atom C lebih besar 8, aktivitas menurun
secara drastis. Hal ini disebabkan senyawa mempunyai kelarutan dalam air sangat
kecil, yang berarti senyawa praktis tidak larut dalam cairan luar sel, sedang
kelarutan senyawa dalam cairan luar sel berhubungan dengan proses transpor obat
ke tempat aksi atau reseptor.
Terhadap Staphylococcus
aureus aktivitas mencapai maksimum pada jumlah atom C=5 (amilalkohol).
Rantai alkohol yang bercabang, seperti alkohol
sekunder dan tersier,mempunyai kelarutan dalam air lebih besar, nilai koefisien
partisi lemak/air lebih rendah dibandingkan alkohol primer sehingga aktivitas
antibakterinya lebih kecil.
2. Seri
homolog 4-n-alkilresorsinol
Aktivitas antibakteri seri homolog
4-n-alkilresorsino terhadap Bacillus typhosus mencapai maksimum pada
jumlah atom C=6, yaitu 4-n-heksilresorsinol (pada Gambar), sedang terhadap Staphylococcus aureus aktivitas mencapai
maksimum jumlah atom C=9,(4-n-nonil-resorsinol). Hal tersebut menunjukkan bahwa
ada perbedaan sensitivitas dari senyawa seri homolog terhadap kuman yang
berbeda.
Gambar. Aktivitas antibakteri
seri homolog 4-n-alkilresorsinol terhadap Bacillus
typhosus.
3. Seri
homolog ester asam para-hidroksibenzoat
Hubungan perubahan struktur seri homolog ester asam
para-hidroksibenzoat (PHB),dengan nilai koefisein partisi lamak/air dan aktivitas
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dapat dilihat pada tabel.
Ester
PBH
|
Koefisien
Partisi
|
Koefisien
Fenol terhadap Staphylococcus aureus
|
Metil
Etil
n-Propil
Isopropil
Alil
n-Butil
Benzil
|
1,2
3,4
13
7,3
7,6
17
119
|
2,6
7,1
15
13
12
37
83
|
Dari tabel terlihat bahwa turunan Isopropil dan alil
mempunyai koefisein fenol yang lebih rendah dibandingkan turunan n-propil,
karena adanya percabangan dan ikatan rangkap akan menurunkan nilai koefisien
partisi lemak/air, penembusan membran bakteri menjadi menurun, sehingga
aktivitas antibakterinya juga menurun. Juga terlihat bahwa makin besar nilai
koefisien partisi lemak/air, makin meningkat aktivitas antibakteri senyawa, dan
belum mencapai keadaan optimum.
B. HUBUNGAN
KOEFISIEN PARTISI DENGAN EFEK ANESTESI SISTEMIK
Koefisien partisi pertama kali
dihubungkan dengan aktivitas biologis, yaitu efek hipnotik dan anestesi,
obat-obat penekan sistem saraf pusatoleh Overton
dan Mayer (1899).
Mereka memberikan tiga postulat
yang berhubungan dengan efek anestesi suatu senyawa, yang dikenal dengan teori lemak, sebaga berikut:
a.
Senyawa
kimia yang tidak reaktif dan mudah larut dalam lemak, seperti eter,hidrokarbon
dan hidrokarbon terhalogenasi, dapat memberikan efek narkosis pada jaringan
hidup sesuai dengan kemampuannya untuk terdistribusi ke dalam jaringan sel.
b.
Efek
terlihat jelas terutama pada sel-sel yang banyak mengandung lemak, seperti
saraf pusat
c.
Efisiensi
anestesi atau hipnotik tergantung pada koefisien partisi lemak/air atau
distribusi senyawa dalam fasa lemak dan fasa air jaringan.
Dari pstulat di atas disimpulkan
bahwa ada hubungan antara aktivitas anestesi dengan koefisien partisi
lemak/air. Teori lamak hanya mengemukakan afinitas suatu senyawa terhadap
tempat aksi auat reseptor saja, dan tidak menunjukkan bagaimana mekanisme kerja
biologisnya dan juga tidak dapat menjelaskan mengapa suatu senyawa yang
mempunyai koefisien partisi lemak/air tinggi tidak selalu dapat menimbulkan
efek anestesi.
Teori anestesi diatas kemungkinan
dilengkapi dengan teori-teori anestesi sistemik lain, yang berdasarkan sifat
fisik yang lain yaitu ukuran molekul (teori Wulf-Featherstone) dan
pembentukan mikrokristal hidrat (teori Pauling).
C. PRINSIP
FERGUSON
Banyak senyawa kimia dengan
struktur berbeda tetapi mempunyai sifat fisik yang sama, sepert eter,kloroform
dan nitrogen oksida, dapat menimbulkan efek narkosis atau anestesi sistemik.
Hal ini menunjukkan bahwa sifat fisik lebih berperan dibandingkan sifat kimia.
Dari percobaan diketahui bahwa
efek anestesi cepat terjadi dan dipertahankan pada tingkat yang sama asalkan
ada cadangan obat dalam cairan tubuh. Bila cadangan itu habis maka efek
anestesi segara berakhir. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada keseimbangan kadar
obat pada fasa eksternal atau cairan luar sel dan biofasa, yaitu fasa pada
tempat aksi obat dalam organisme.
Pada banyak senyawa seri homolog
aktivitas akan meningkat sesuai dengan kenaikan jumlah atom C.
Fuhner (1904), mendapatkan
bahwa untuk mencapai aktivitas sama, anggota seri homolog yang lebh tinggi
memerlukan kadar lebih rendah, sesuai parsamaan deret ukur sebagai berikut:
1/31,1/32,1/33,1/34,......1/3n
Hal tersebut terjadi pada seri
homolog obatpenekan sistem saraf pusat, seperti turunan alkohol,keton, amin,
ester, uretan dan hidrokarbon.
Perubahan sifat fisik tertentu
dari suatu seri homolog , seperti tekanan uap, kelarutan dalam air, tegangan
permukaan dan distribusi dalam pelarut yang saling tidak campur, kadang-kadang
juga sesuai dengan deret ukur.
Nilai ligaritma sifat-sifat fisik
non-alkohol primer bila dihubungkan dengan jumlah atom C ternyata memberikan
hubungan yang linier dan hubungan ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar. Hubungan
sifat-sifat n-alkohol primer dengan jumlah atom C
Keterangan :
1.
Kelarutan
dalam air (mol x 10-6/l)
2.
Kadar
toksis terhadap Bacillus typhosus (mol
x 10-6/l)
3.
Kadar
yang diperlukan untuk menurunkan tegangan permukaan air menjadi 50 dynes/cm (mol x 10-6/l)
4.
Tekanan
uap pada 25°C (mm x 104)
5.
Koefisien
partisi air/minyak biji kapas ( x 10-3)
Menurut Ferguson, kadar molar toksik sangat ditentukan oleh keseimbangn
distribusi pada fasa-fasa yang heterogen, yaitu fasa eksternal, yang kadar
senyawanya dapat diukur dan biofasa. Farguson menyatakan bahwa sebenarnya tidak
perlu menentukan kadar obat biofasa atau reseptor karena pada keseimbangan
kecenderungan obat untuk meninggalkan biofasa dan fasa eksternal adalah sama,
walaupun kadar obat dalam masing-masing fasa mungkin berbeda. Kecenderungan
obat untuk meninggalkan fasa disebut aktivitas
termodinamik.
Untuk menjelaskan kecenderungan
obat dalam meninggalkan biofasa dan fasa eksternal, derajat kejenuhan
masing-masing fasa merupakan pendekatan yang cukup beralasan.
Aktivitas termodinamik (a) dari
obat yang berupa gas atau uap dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
a=Pt/Ps
Pt : tekanan persial
senyawa dalam larutan, yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis
Ps : tekanan uap jenuh
senyawa
Aktivitas termodinamik (a) dari
obat yang berupa larutan dapat dihitung melalui persamaan sebagai berikut:
a= St/S0
St : kadar molar
senyawa yang diperlukan untuk menimbulkan efek biologis
S0 : kelarutan senyawa
Karena harga Ps dan So
tetap maka dimungkinkan untuk menentukan dan mengamati perubahan Pt
dan St. Bila senyawa mempunyai tekanan parsial tinggi atau kadar
dalam fasa eksternal tinggi maka perbandingan Pt/Ps dan St/S0
besar, biasanya berkisar antara 1-0,01, hal ini berarti senyawa didistribusikan
ke seluruh organisme tanpa diikat secara tetap dalam sel dan keseimbangan
terjadi pada fasa eksternal dan biofasa.
Demikian pula sebaliknya nila
perbandingan Pt/Ps atau St/S0 rendah,
biasanya kurang dari 0,01, senyawa akan terikat pada reseptor tertentu dalam
sel organisme dan keseimbangan anatara obat dan reseptor terjadi pada sel atau
di dalamnya.
Contoh hubungan penghambat enzim
suksinat dehidrogenase oleh beberapa senyawa dengan aktivitas termodinamik
dapat dilihat pada tabel ini.
Senyawa
|
Kadar
molar yang menyebabkan penghambat 50% masukan oksigen
|
Aktivitas
termodinamik
|
1. Etiluretan
2.
Feniluretan
3.
Propionitril
4.
Valeronitril
5.
vanilin
|
0,65
0,003
0,48
0,08
0,011
|
0,117
0,20
0,24
0,36
0,0002
|
Tabel : Penghambat enzim
suksinat dehidrogenase dan aktivitas termodinamik
Pada tabel terlihat hubungan
bahwa senyawa 1 sampai 4, menunjukkan aktivitas termodinamik yang lebih besar
dari 0,01 dan aktivitas biologis dihasilkan oleh sifat kimia fisika dari
senyawa dan struktur senyawa bersifat tidak spesifik.
Vanilin mempunyai nilai aktivitas
termodinamik sangat rendah, lebih kecil dari 0,01 dan diduga aktivitas
biologisnya dihasilkan oleh struktur kimia obat yang spesifik.
Berdasarkan model kerja
farmakologisnya, secara umum obat dibagi menjadi dua golongan yaitu senyawa berstruktur
tidak spesifik dan senyawa berstruktur spesifik.
1. Senyawa
Berstruktur Tidak Spesifik
Senyawa berstruktur tidak
spesifik adalah senyawa dengan truktur kimia bervariasi, tidak berinteraksi
dengan reseptor spesifik, dan aktivitas biologisnya tidak secara langsung
dipengaruhi oleh struktur kimia tetapi lebih dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia
fisika, seperti derajat ionisasi, kelarutan, aktivitas termodinamik, tegangan
permukaan dan redoks potensial. Terlihat bahwa efek biologis karena akumulasi
obat pada daerah yang penting dari sel sehingga menyebabkan ketidakteraturan
rantai proses metabolisme.
Senyawa berstruktur tidak
spesifik menunjukkan aktivitas fisik denga karakteristik sebagai berikut:
a.
Efek
biologis berhubungan langsung dengan aktivitas termodinamik, dan memerlukan
dosis yang relatif besar.
b.
Walaupun
perrbedaan struktur kimia besar, asal aktivitas termodinamik hampir sama akan
memberikan efek yang sama.
c.
Ada
keseimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
d.
Bila
terjadi keseimbangan, aktivitas termodinamik masing-masing fasa harus sama
e.
Pengukur
aktivitas termodinamik pada fasa ekternal juga mencerminkan aktivitas
termodinamik biofasa
f.
Senyawa
dengan derajat kejenuhan yang sama, mempunyai aktivitas termodinamik sama
sehingga derajat efek biologis sama pula. Oleh karena itu larutan jenuh dari
senyawa dengan sruktur yang berbeda dapat memberikan efek biologis yang sama.
Contoh senyawa berstruktur spesifik
1)
Obat anestesi sistemik yang berupa gas atau uap, seperti etil
klorida, asetilen, nitrogen oksida, eter dan kloroform. Kadar isoanestesi
bervariasi antara 0,05-100% sedang aktivitas termodinamik variasinya berkisar
anatara 0,01-0,05% seperti pada tabel berikut:
Nama Gas/Uap
|
P uap (Ps) mm
|
Kadar Anestesi
|
P parsial (Pt) mm
|
(a)
(Pt/Ps)
|
Nitrogen
Oksida
Etilen
Asetilen
Etil
Klorida
Etil
eter
Vinil
eter
Etil
bromida
Kloroform
|
59.300
49.500
51.700
1.780
830
760
725
324
|
100
80
65
5
5
4
1,9
0,5
|
760
610
495
38
38
30
14
4
|
0,01
0,01
0,01
0,02
0,05
0,01
0,02
0,01
|
Tabel
: Hubungan kadar isoanestesi beberapa obat anestesi, yang berupa uap atau gas,
dengan aktivitas termodinamik, pada manusia (pada suhu 37°C)
2)
Insektisida yang mudah menguap dan
bakterisida tertentu, seperti timol, fenol, kresol, n-alkohol dan resorsinol
Contoh
: hubungan kadar bakterisid dari beberapa insektisida yang mudah menguap
terhadap Salmonella typhosa dengan
aktivitas termodinamik pada tabel berikut:
Nama
Obat
|
Kadar
bakterisid (St) Molar
|
Kalarutan
(So) molar, 25°C
|
(a)
(St/So)
|
Timol
Oktanol
o-Kresol
Fenol
Anilin
Sikloheksanol
Metilpropilketon
Metiletilketon
Butiraldehid
Propaldehid
Resorsinol
Aseton
Matanol
|
0,0022
0,0034
0,039
0,097
0,17
0,18
0,39
0,25
0,39
1,08
3,09
3,89
10,8
|
0,0057
0,004
0,23
0,90
0,40
0,38
0,70
3,13
0,51
2,88
6,08
-
-
|
0,38
0,88
0,17
0,11
0,44
0,47
0,56
0,40
0,76
0,37
0,54
0,40
0,33
|
Pada tabel ini terlihat bahwa
seri homolog n-alkohol primer kadar antbakteri dari metanol sampai oktanol
berkisar antara 10,8-0,0034 molar sedang aktivitas termodinamiknya antara
0,33-0,88. Dengan membandingkan nilai St dan So dari
metanol dan oktanoldapat diketahui bahwa obat yang aktivitasnya tinggi
mempunyai kelarutan dalam air rendah atau kelarutan dalam lemak besar.
2. Senyawa
Berstruktur Spesifik
Senyawa berstruktur spesifik
adalah senyawa yang memberikan efeknya dengan mengikat reseptor atau aseptor
yang spesifik.
Mekanisme kerjanya dapat melalui
salah satu cara berikut ini:
a.
Bekerja
pada enzim, yaitu dengan cara pengaktifan, penghambatan atau pengaktifan
kembali enzim-enzim tubuh
b.
Antagonis,
yaitu antagonis kimia, fungsional, farmakologis atau antagonis metabolik
c.
Menekan
fungsi gen, yaitu dengan menghambat biosintesis asam nukleat atau sintesis
protein
d.
Bekerja
pada membran, yaitu dengan mengubah membran sel dan mempengaruhi sistem
transpor membran sel.
Aktivitas biologis senyawa
berstruktur spesifik tidak bergantung pada aktivitas termodinamik, nilai a
lebih kecil dari 0,01 , tetapi lebih bergantung pada struktur kimia yang
spesifik.
Kereaktifan kimia, bentuk,
ukuran, dan pengaturan stereokimia molekul, distribusi gugus fungsional, efek
induksi dan resonansi, distribusi elektronik dan interaksi dengan reseptor
mempunyai eran yang menentukan untuk terjadinya aktivitas biologis.
Senyawa berstruktur spesifik
mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.
Efektif
pada kadar yang rendah
b.
Melibatkan
keseimbangan kadar obat dalam biofasa dan fasa eksternal
c.
Melibatkan
ikatan-ikatan kimia yang lebih kuat dibandingkan ikatan pada senyawa yang
berstruktur tidak spesifik
d.
Pada
keadaan kesetimbangan aktivitas biologisnya maksimal
e.
Sifat
fisik dan kimia sama-sama berperan dalan menentukan efek biologis
f.
Secara
umum mempunyai struktur dasar karakteristik yang bertanggung jawab terhadap
efek biologis senyawa analog
g.
Sedikit
perubahan struktur dapat mempengaruhi secara drastis aktivitas biologis obat
Contoh obat berstruktur spesifik
antara lain : Analgesik (morfin), antihistamin (difenhidramin), diuretika
penghambat monoamin oksidase (asetazolamid) dan β – adrenergik ( salbutamol).
Pada senyawa berstruktur spesifik
sedikit perubahan struktur kimia dapat berpengaruh terhadap aktivitas
biologisnya.
Contoh:
Perbedaan antara senyawa
berstruktur spesifik dan nonspesifik tidak cukup dipandang dari satu atau dua
perbedaan karakteristik senyawa tetapi harus dipandang sifat atau karakteristik
secara keseluruhan.
Sering pada obat tertentu tidak
mempunyai struktur yang mirip tetapi menunjukkan efek farmakologis yang sama,
dan perubahan sedikit struktur tidak mempengaruhi efek.
Sebagai contoh adalah obat
diuretik yang mempunyai struktur kimia sangat bervariasi, contoh turunan
merkuri organik, turunan sulfamid, turunan tiazid, dan spironolakton. Sedikit
modifikasi struktur tidak mempengaruhi aktivitas diuretik dari masing-masing
turunan. Ini merupakan salah satu karakteristik dari senyawa berstruktur
spesifik. Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa obat diuretik menghasilkan
respons farmakologis yang sama tetapi masing-masing turunan mempengaruhi proses
biokimia yang berbeda, jadi mekanisme aksinya berbeda.
Turunan merkuri organik, seperti klormerodrin, bekerja sebagai diuretik dengan mengikat gugus
SH enzim Na, K-dependent ATP-ase,
yang bertanggung jawab terhadap produksi energi yang diperlukan untuk
reabsorpsi Na di membran tubulus, turunan sulfamid, seperti asetazolamid, bekerja dengan menghambat
enzim karbonik anhidrase, turunan tiazid seperti hidroklorotiazid, menghambat reabsorpsi Na tubulus ginjal, dan spironolakton bekerja sebagai antagonis
aldosteron, senyawa yang mengatur keseimbangan elektrolit dalam tubuh.
Fenomena di atas menunjang
pengertian bahwa mekanisme aksi obat pada tingkat molekul dapat melalui
beberapa jalan, dan ini memberikan penjelasan mengapa obat dengan tipe struktur
berbeda dapat menunjukkan respons farmakologis yang sama. Sebanarnya sulit
memisahkan antara senyawa berstruktur tidak spesifikdan spesifik karena banyak
senyawa yang berstruktur spesifik, seperti antibiotika turunan penisilin, tidak
berinteraksi secara spesifik dengan reseptor pada tubuh manusia, tetapi
beinteraksi dengan reseptor spesifik yang terlibat pada proses pembentukan
dinding sel bakteri. Jadi aktivitas antibakterinya terutama ditentukan oleh
sifat kimia fisika seperti sifat lipofilik dan elektronik yang berperan pada
proses distribusi obat sehingga senyawa dapat mencapai jaringan target dengan
kadar yang cukup besar.
3 komentar:
Terima kasih, sangat membantu :)
terimakasih post annya, bermanfaat utk saya, izin copy yaaa :-)
terimaksih bos ijin kopas,,,
mantap,,,bermanfaat
serbaserbikomplit.blogspot.com
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar
Teman-teman yang baik hati,,
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mampir diblog sederhana ini.
Blog ini saya buat untuk memudahkan sobat sekalian dalam mencari tugas.
Data yang dikumpulkan dari tugas-tugas kampus yang saya miliki juga meminta ijin men"COPAS" tulisan milik oranglain tentu dengan menyertakan sumbernya.
Saya harap kalian dapat meninggalkan pesan, komentar, kritik, saran atau beberapa patah kata guna menghargai blog ini.
Jangan lupa di follow yahh... ^^
Terimakasih ^^