Selasa, 22 Januari 2013

Pengujian & Evaluasi Obat Suntik

Makalah teknologi dan formulasi sediaan steril..........
BAB 
I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Salah satu bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus memiliki kemurnian yang dapat diterima.
1.2  Tujuan
Dengan makalah ini diharapkan bisa mengetahui pengujian atau evaluasi obat suntik.




1.3  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Injeksi atau Parenteral dan obat suntik ?
2.      Apa Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Injeksi ?
3.      Apa saja Pembawa Obat Suntik ?
4.      Apa saja Syarat Obat Suntik ?
5.      Bagaimana cara untuk melakukan Evaluasi Sediaan Obat Suntik ?

















BAB II
ISI

2.1 Definisi
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan.
            Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit atau selaput lender.
            Injeksi diracik dengan melarutkan, mengemulsi atau mensuspensikan sejumlah obat dalam sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis tunggal atau wadah dosis ganda.
            Menurut USP, sediaan obat suntik dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1. Larutan obat siap untuk disuntikkan
2. Zat padat kering yang dinyatakan dengan istilah “untuk disuntikkan” yang telah ditambahkan pelarut yang sesuai berupa larutan yang memenuhi syarat obat suntik.
3. Suspensi steril, berupa zat padat yang disuspensikan dalam Pembawa yang sesuai, yang tidak boleh disuntikkan ke dalam pembuluh darah atau ke dalam sumsum tulang belakang.
4. Zat padat kering, yang dinyatakan sebagai “steril” untuk disuspensikan yang telah ditambahkan zat pembawa yang sesuai, yang memberikan bahan-bahan yang memenuhi syarat untuk suspensi steril.
5. Emulsi dari cairan dalam lengkungan cairan untuk disuntikkan.

            Selain dari pada itu sediaan obat suntik dapat dibagi beberapa kelompok, yaitu:
1. Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya vitamin C
2. Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya  Injeksi kamper.
3. Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya Injeksi Phenobarbital.
4. Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya Injeksi Calciferol.
5. Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi bismuth subsalisilat.
6. Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%.
7. Serbuk kering dilarutkan dengan air.

2.2  Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Injeksi
·         Keuntungan injeksi
1. Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2. Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3. Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9. Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
·         Kerugian Injeksi
1. Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lain.
2. Pada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
4. Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5. Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6. Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.


2.3  Pembawa Obat Suntik
Syarat-syarat untuk pembawa obat suntik yaitu sebagai, berikut :
1.      Harus inert secara farmakologi
2.      Dapat diterima dan diserap dengan baik oleh tubuh
3.      Tidak toksis dalam jumlah yang disuntikkan dan tidak merangsang
4.      Tidak mengganggu khasiat obat
5.      Tidak bereaksi untuk identifikasi dan penetapan kadar
6.      Tidak mempengaruhi aktivitas obat
7.      Tidak mengiritasi
Zat pembawa terbagi atas, yaitu :
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi. 
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis. 
c. Zat pembawa minyak
d. Zat pembawa lain
Yaitu alcohol, propilen glikol, gliserin, poli etilen glikol, dan etil alcohol.

2.4  Syarat Obat Suntik
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.

2.5  Pengujian atau Evaluasi Obat Suntik
            Dalam pembuatan sediaan obat suntik, kita perlu menganalisis material yang disiapkan, peralatan yang digunakan, serta setiap tahapan proses produksi dan packaging agar mendapatkan hasil produksi yang bermutu.
            Menurut USA-FDA, ada 6 sistem control kualitas dalam pembuatan obat suntik untuk mendapatkan kualitas obat suntik yang baik sebagai berikut :
1.      Sistem dan dokumen yang berkualitas serta petugas yang pandai dan memilki kemampuan
2.      Fasilitas dan perlengkapan yang terkontrol baik
3.      Material yang bermutu
4.      Sistem produksi yang baik
5.      Sistem packaging yang baik
6.      Laboratorium Quality Control yang baik
Kita harus dapat melakukan keenam system control dengan baik agar produksi dan hasil produksi memiliki mutu yang baik. Pengujian memerlukan pengambilan sampel dari jumlah produksi setiap container yang dihasilkan. Kita dapat melihatnya dalam tabel di bawah ini.
Jumlah produksi
Jumlah sampel
Jumlah sampel (max)
yang diperbolehkan rusak
151-280
32
1
281-500
50
2
501-1.200
80
3
1.201-3.200
125
5
3.201-10.000
200
7
10.001-35.000
315
10
35.001-150.000
500
14









Tabel 9.1 Jumlah sampel obat suntik yang diuji atau dievaluasi dari  total produksi dan hasil yang diperbolehkan rusak



Obat suntik yang telah diproduksi memerlukan pengujian kualitas obat suntik meliputi :
1.      Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan sering kali memiliki celah atau retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secara mikroskopik, khususnya pada lokasi penutupan ampul. Celah atau retakan merupakan sumber bahaya bagi kontaminasi larutan injeksi. Ampul dikumpulkan dalam bak 3 liter dan dimasukkan larutan metilen biru (0,08-0,09%), yang dicampur dengan 0,9% benzyl alcohol dan 3 ppm sodium hypochlorite. Kemudian, bak ditutup dan divakumkan dengan tekanan 70 mmHg (0.96 kg/sq.cm) selama beberapa menit, tidak lebih dari 15 menit. Selanjutnya, bak dinormalkan kembali, lalu dibuka. Perhatikan apakah ampul diwarnai oleh larutan bahan pewarna atau setelah pencucian ampul diwarnai oleh bahan pewarna. Dengan adanya celah-celah kapiler, larutan bewarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak. Pada ampul bewarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri dengan pengamatan pada cahaya UV.
2.      Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual. Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan suatu background yang gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila terkena cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan cahaya 1000 lux-3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa mata.


3.      Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric, spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan standar Farmakope.
4.      Sterilitas
Pengujian dilakukan secara mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan bebas mikroorganisme bila Sterility Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses pembuatan menggunakan aseptic (aseptic processing), maka SAL =10-4.
5.      Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes kelinci (FI) dan tes limulus.
6.       Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera pada etiket. 
7.      Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C; timbang satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air, kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel (lihat tabel 9.2), kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertentu.


Bobot yang tertera pada etiket
Batas penyimpangan dalam %
Tidak lebih dari 120 mg
10
Antara 120 mg-300 mg
7,8
300 mg atau lebih
5



Tabel 9.2. Batas penyimpangan bobot pada keseragaman bobot wadah
8.      pH
Pengujian dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara konvensional) atau dengan alat pH meter.
9.      Homogenitas
Pengujian homogenitas diberlakukan bagi suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogenya setelah pengocokan dalam waktu tertentu menggunakan alat Viskometer Brookfield, sedangkan pengujian homogenitas emulsi dilakukan secara visual.
10.  Toksisitas (Khusus untuk produk baru)
Dilakukan pemeriksaan dengan anak udang LD50.

2.6  Pelaporan Obat Suntik
Hasil pengujian obat suntik perlu dilaporkan dalam formulir yang memuat hal-hal seperti berikut :
1.      Nama produk,
2.      Nomor batch,
3.      Nomor kontainer,
4.      Nama pemeriksa,
5.      Tanggal periksa,
6.      Kelompok penolakan,
7.      Kontainer yang ditolak,
8.      Jumlah persen yang ditolak,
9.      Kontainer yang diterima,
10.  Jumlah sampel yang diperiksa,
11.  Jumlah sampel yang ditolak,
12.  Batch yang memenuhi syarat, dan
13.  Tanda tangan supervisor.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan













DAFTAR PUSTAKA
Lukas, stefanus. 2006. Formulasi steril. Andi. Yogyakarta.








0 komentar:

Posting Komentar

Teman-teman yang baik hati,,
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mampir diblog sederhana ini.
Blog ini saya buat untuk memudahkan sobat sekalian dalam mencari tugas.
Data yang dikumpulkan dari tugas-tugas kampus yang saya miliki juga meminta ijin men"COPAS" tulisan milik oranglain tentu dengan menyertakan sumbernya.
Saya harap kalian dapat meninggalkan pesan, komentar, kritik, saran atau beberapa patah kata guna menghargai blog ini.
Jangan lupa di follow yahh... ^^
Terimakasih ^^