Makalah teknologi dan formulasi sediaan steril..........
BAB
I
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu
bentuk sediaan steril adalah injeksi. Injeksi adalah sediaan steril berupa
larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau
disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan yang disuntikkan dengan cara
merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dimasukkan
ke dalam tubuh dengan menggunakan alat suntik.
Suatu
sediaan parenteral harus steril karena sediaan ini unik yang diinjeksikan atau
disuntikkan melalui kulit atau membran mukosa ke dalam kompartemen tubuh yang
paling dalam. Sediaan parenteral memasuki pertahanan tubuh yang memiliki
efesiensi tinggi yaitu kulit dan membran mukosa sehingga sediaan parenteral
harus bebas dari kontaminasi mikroba dan bahan-bahan beracun dan juga harus
memiliki kemurnian yang dapat diterima.
1.2 Tujuan
Dengan
makalah ini diharapkan bisa mengetahui pengujian atau evaluasi obat suntik.
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan Injeksi atau
Parenteral dan obat suntik ?
2.
Apa Kelebihan dan Kelemahan Sediaan Injeksi
?
3.
Apa saja Pembawa Obat Suntik ?
4.
Apa saja Syarat Obat Suntik ?
5.
Bagaimana cara untuk melakukan Evaluasi
Sediaan Obat Suntik ?
BAB II
ISI
2.1
Definisi
Obat suntik didefinisikan secara luas sebagai sediaan steril
bebas pirogen yang dimaksudkan untuk diberikan secara parenteral. Istilah
parenteral seperti yang umum digunakan, menunjukkan pemberian lewat suntikan
seperti berbagai sediaan yang diberikan dengan disuntikan.
Injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral,
suntikkan dengan cara menembus atau merobek jaringan ke dalam atau melalui kulit
atau selaput lender.
Injeksi
diracik dengan melarutkan, mengemulsi atau mensuspensikan sejumlah obat dalam
sejumlah pelarut atau dengan mengisikan sejumlah obat ke dalam wadah dosis
tunggal atau wadah dosis ganda.
Menurut
USP, sediaan obat suntik dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:
1.
Larutan obat siap untuk disuntikkan
2.
Zat padat kering yang dinyatakan dengan istilah “untuk disuntikkan” yang telah
ditambahkan pelarut yang sesuai berupa larutan yang memenuhi syarat obat suntik.
3.
Suspensi steril, berupa zat padat yang disuspensikan dalam Pembawa yang sesuai,
yang tidak boleh disuntikkan ke dalam pembuluh darah atau ke dalam sumsum
tulang belakang.
4.
Zat padat kering, yang dinyatakan sebagai “steril” untuk disuspensikan yang
telah ditambahkan zat pembawa yang sesuai, yang memberikan bahan-bahan yang
memenuhi syarat untuk suspensi steril.
5.
Emulsi dari cairan dalam lengkungan cairan untuk disuntikkan.
Selain
dari pada itu sediaan obat suntik dapat dibagi beberapa kelompok, yaitu:
1.
Larutan sejati dengan pembawa air, contohnya vitamin C
2.
Larutan sejati dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi kamper.
3.
Larutan sejati dengan pembawa campuran, contohnya Injeksi Phenobarbital.
4.
Suspensi steril dengan pembawa air, contohnya Injeksi Calciferol.
5.
Suspensi steril dengan pembawa minyak, contohnya Injeksi bismuth subsalisilat.
6.
Emulsi steril, contohnya Infus Ivelip 20%.
7.
Serbuk kering dilarutkan dengan air.
2.2 Kelebihan dan Kelemahan Sediaan
Injeksi
·
Keuntungan injeksi
1. Respon
fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi
pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2. Terapi
parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat
dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3. Obat-obat
untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan
secara injeksi.
4. Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan
kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan
selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara
oral.
5. Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek
lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6. Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang
diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode
panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara
i.m.
7. Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan
serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8. Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut,
nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9. Aksi
obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh
dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin,
secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan
secara parenteral.
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan
secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena,
misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok,
pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
·
Kerugian
Injeksi
1. Bentuk sediaan
harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan pemberian
rute lain.
2. Pada
pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara
aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari.
3. Obat
yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek
fisiologisnya.
4. Yang
terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih
mahal dibandingkan metode rute yang lain.
5. Beberapa
rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila
sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
6. Dalam
beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
7. Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke
organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis
setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
8. Pemberian beberapa bahan melalui kulit
membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam
tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang
diinjeksikan.
2.3 Pembawa
Obat Suntik
Syarat-syarat
untuk pembawa obat suntik yaitu sebagai, berikut :
1. Harus inert secara farmakologi
2. Dapat diterima dan diserap dengan
baik oleh tubuh
3. Tidak toksis dalam jumlah yang
disuntikkan dan tidak merangsang
4. Tidak mengganggu khasiat obat
5. Tidak bereaksi untuk identifikasi
dan penetapan kadar
6. Tidak mempengaruhi aktivitas obat
7. Tidak mengiritasi
Zat
pembawa terbagi atas, yaitu :
a. Zat pembawa berair
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
c. Zat pembawa minyak
Umumnya digunakan aqua pro injeksi. Selain itu dapat digunakan NaCl pro injeksi, glukosa pro injeksi, dan NaCl compositus pro injeksi.
b. Zat pembawa bukan air
Umumnya digunakan minyak untuk injeksi misalnya oleum sesami, oleum olivarum, oleum arachidis.
c. Zat pembawa minyak
d. Zat pembawa lain
Yaitu alcohol, propilen glikol, gliserin, poli etilen glikol,
dan etil alcohol.
2.4 Syarat Obat Suntik
1. Bebas dari mikroorganisme, steril atau
dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya
kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2. Bahan-bahan bebas dari endotoksin
bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3. Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing
dari luar yang tidak larut.
4. Sterilitas
5. Bebas dari bahan partikulat
6. Bebas dari Pirogen
7. Kestabilan
8. Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan
darah.
2.5 Pengujian
atau Evaluasi Obat Suntik
Dalam pembuatan sediaan obat suntik, kita perlu
menganalisis material yang disiapkan, peralatan yang digunakan, serta setiap
tahapan proses produksi dan packaging agar mendapatkan hasil produksi yang
bermutu.
Menurut USA-FDA, ada 6 sistem control kualitas dalam
pembuatan obat suntik untuk mendapatkan kualitas obat suntik yang baik sebagai
berikut :
1.
Sistem dan dokumen yang berkualitas
serta petugas yang pandai dan memilki kemampuan
2.
Fasilitas dan perlengkapan yang
terkontrol baik
3.
Material yang bermutu
4.
Sistem produksi yang baik
5.
Sistem packaging yang baik
6.
Laboratorium Quality Control yang baik
Kita
harus dapat melakukan keenam system control dengan baik agar produksi dan hasil
produksi memiliki mutu yang baik. Pengujian memerlukan pengambilan sampel dari jumlah
produksi setiap container yang dihasilkan. Kita dapat melihatnya dalam tabel di
bawah ini.
Jumlah
produksi
|
Jumlah
sampel
|
Jumlah
sampel (max)
|
yang
diperbolehkan rusak
|
||
151-280
|
32
|
1
|
281-500
|
50
|
2
|
501-1.200
|
80
|
3
|
1.201-3.200
|
125
|
5
|
3.201-10.000
|
200
|
7
|
10.001-35.000
|
315
|
10
|
35.001-150.000
|
500
|
14
|
Tabel 9.1 Jumlah sampel
obat suntik yang diuji atau dievaluasi dari
total produksi dan hasil yang diperbolehkan rusak
Obat
suntik yang telah diproduksi memerlukan pengujian kualitas obat suntik meliputi
:
1.
Kekedapan
Ampul yang telah disterilkan sering kali memiliki
celah atau retakan yang tidak terlihat oleh mata atau secara mikroskopik,
khususnya pada lokasi penutupan ampul. Celah atau retakan merupakan sumber
bahaya bagi kontaminasi larutan injeksi. Ampul dikumpulkan dalam bak 3 liter
dan dimasukkan larutan metilen biru (0,08-0,09%), yang dicampur dengan 0,9%
benzyl alcohol dan 3 ppm sodium hypochlorite. Kemudian, bak ditutup dan
divakumkan dengan tekanan 70 mmHg (0.96 kg/sq.cm) selama beberapa menit, tidak
lebih dari 15 menit. Selanjutnya, bak dinormalkan kembali, lalu dibuka.
Perhatikan apakah ampul diwarnai oleh larutan bahan pewarna atau setelah
pencucian ampul diwarnai oleh bahan pewarna. Dengan adanya celah-celah kapiler,
larutan bewarna akan masuk, sehingga mewarnai ampul dan menandakan ampul rusak.
Pada ampul bewarna diuji dengan larutan yang berflourosensi yang diakhiri
dengan pengamatan pada cahaya UV.
2.
Kejernihan (pengotoran tidak larut dan bahan melayang)
Pengujian dilakukan secara visual.
Ampul atau botol diputar 180° berulang-ulang di depan suatu background yang
gelap dan sisinya diberi cahaya. Bahan melayang akan berkilauan bila terkena
cahaya. Pencahayaan menggunakan lampu Atherman atau lampu proyeksi dengan
cahaya 1000 lux-3500 lux dan jarak 25 cm. Background gelap atau hitam. Umur
petugas yang bekerja harus <40 tahun, sehat, dan setiap tahun harus periksa
mata.
3.
Zat aktif
Pengujian dapat dilakukan dengan volumetric,
spektrofotometer, HPLC, atau alat lainnya yang cocok secara kuantitatif dengan
standar Farmakope.
4.
Sterilitas
Pengujian dilakukan secara
mikrobiologis dengan menggunkan medium pertumbuhan tertentu. Produk dikatakan
bebas mikroorganisme bila Sterility
Assuranve Level (SAL) = 10-6 atau 12 log reduction (over kill sterilization). Bila proses
pembuatan menggunakan aseptic (aseptic
processing), maka SAL =10-4.
5.
Pirogenitas
Pengujian dilakukan dengan tes
kelinci (FI) dan tes limulus.
6.
Keseragaman volume
Pengujian dilakukan dengan alat
ukur volume. Larutan tiap wadah harus sedikit lebih dari volume yang tertera
pada etiket.
7.
Keseragaman bobot
Hilangkan etiket 10 wadah; cuci
bagian luar wadah dengan air; keringkan pada suhu 1050C; timbang
satu persatu dalam keadaan terbuka; keluarkan isi wadah; cuci wadah dengan air,
kemudian dengan eatnol 95%; keringkan lagi pada suhu 1050C sampai
bobot tetap; dinginkan dan kemudian timbang satu per satu. Bobot isi wadah
tidak boleh menyimpang lebih dari batas tertentu dalam tabel (lihat tabel 9.2),
kecuali satu wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertentu.
Bobot
yang tertera pada etiket
|
Batas
penyimpangan dalam %
|
Tidak
lebih dari 120 mg
|
10
|
Antara
120 mg-300 mg
|
7,8
|
300
mg atau lebih
|
5
|
Tabel
9.2. Batas
penyimpangan bobot pada keseragaman bobot wadah
8.
pH
Pengujian dilakukan dengan
menggunakan kertas lakmus atau kertas universal (secara konvensional) atau
dengan alat pH meter.
9.
Homogenitas
Pengujian homogenitas diberlakukan bagi
suspensi yang harus menunjukkan tampak luar homogenya setelah pengocokan dalam
waktu tertentu menggunakan alat Viskometer Brookfield, sedangkan pengujian
homogenitas emulsi dilakukan secara visual.
10. Toksisitas (Khusus
untuk produk baru)
Dilakukan pemeriksaan dengan anak
udang LD50.
2.6 Pelaporan Obat Suntik
Hasil
pengujian obat suntik perlu dilaporkan dalam formulir yang memuat hal-hal
seperti berikut :
1. Nama
produk,
2. Nomor
batch,
3. Nomor
kontainer,
4. Nama
pemeriksa,
5. Tanggal
periksa,
6. Kelompok
penolakan,
7. Kontainer
yang ditolak,
8. Jumlah
persen yang ditolak,
9. Kontainer
yang diterima,
10. Jumlah
sampel yang diperiksa,
11. Jumlah
sampel yang ditolak,
12. Batch
yang memenuhi syarat, dan
13. Tanda
tangan supervisor.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Lukas,
stefanus. 2006. Formulasi steril.
Andi. Yogyakarta.
0 komentar:
:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p:
Posting Komentar
Teman-teman yang baik hati,,
Terimakasih sudah meluangkan waktu untuk mampir diblog sederhana ini.
Blog ini saya buat untuk memudahkan sobat sekalian dalam mencari tugas.
Data yang dikumpulkan dari tugas-tugas kampus yang saya miliki juga meminta ijin men"COPAS" tulisan milik oranglain tentu dengan menyertakan sumbernya.
Saya harap kalian dapat meninggalkan pesan, komentar, kritik, saran atau beberapa patah kata guna menghargai blog ini.
Jangan lupa di follow yahh... ^^
Terimakasih ^^